[TARGET] Apa yang Harus Aku Tulis?
Tulisan ini ditulis dalam rangka aku menulis "blogging" di To Do List-ku.
Sebenarnya aku sudah sangat-sangat-sangat mengantuk and actually aku gatau mau nulis apa. Boleh ngga sih, ngga usah nyelesaiin To Do List dulu untuk hari ini? Cause i feel TIRED.
Apa yang harus kita bicarakan?
AHA!
Sepertinya aku tahu. Mari membahas tentang: TARGET.
Aku pernah baca di suatu tempat kalau manusia itu dianjurkan untuk selalu punya tujuan dan target. Punya sesuatu yang diinginkan, diusahakan, dan dikejar dalam hidupnya. At first thought, aku memaknai anjuran itu sebagai "ambis" dan menurutku pada saat itu, ambis isn't a good thing. Kaya ... konotasinya negatif aja gitu.
Tapi belakangan ini, aku merasa kaya ... iya juga ya?
Aku menyadari kalau lately aku merasa kaya hilang arah, kaya ngga punya tujuan pasti. Beberapa waktu lalu aku interview dan ada pertanyaan tentang kegagalan. Jujur, aku bingung cara jawabnya. Bukannya aku ngga pernah merasa gagal, tapi aku selalu menganggap kegagalan itu sebagai sebuah cara untuk ubah arah atau apa. Aku menganggap kegagalan sebagai proses untuk bangkit lagi. Dan aku memaknainya, kalau sempet gagal, lalu berhasil, ya artinya, nggak gagal. Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Kegagalan adalah redirection. Makanya aku ngga pernah merasa gagal.
Tapi lalu aku cerita sama David. Dan di sesi itu David cerita kalau, "Kalau kamu ngga pernah gagal, antara kamu selalu berada di zona nyaman atau kamu ngga akan siap menghadapi kegagalan". Pernyataan yang bagus.
Sejak itu aku terus memikirkan kata-kata itu. Yang mana aku? Apakah yang kedua? I don't think so. Aku mungkin jarang merasa gagal, tapi jelas, aku sering merasa bangkit daari keterpurukan. Mungkin itu yang dimaskud kegagalan oleh pertanyaan interviewnya. Jadi, yaudah. Kalau dari refleksi pernyataan kedua, artinya aku pernah gagal. Lalu aku menganalisis pertanyaan pertama, tentang zona nyaman. Kemudian tiba-tiba semuanya terasa lebih klik dan lebih jelas. Karena, sepertinya iya. Aku selama ini bermain di zona nyaman. Di zona yang aku "mau terima" konsekuensinya. Dan mungkin itu juga ya yang membuat aku merasa stagnan, kadang-kadang.
Aku lumayan senang sih dengan penemuan baru ini. Karena realization akan menggiring kita ke evaluation. Dengan aku sadar apa yang salah sama aku, aku bisa memeriksa diri, gitu loh. Sekarang i'm trying to push myself sih untuk tidak selalu merasa nyaman, nyari tantangan, dan lain-lainnya.
Hopefully akan berhasil. Kalau engga berhasil yaudah, sih, gapapa juga. Selama aku masih hidup, masih ada kesempatan lain. Selama aku tidak menutup pintu, semuanya bisa masuk.
Terus ngomongin soal target, aku menyadari kalau, betul juga, sih. Hidup tanpa tujuan rasanya sangat lempeng. Yaudah ini dulu aja deh, aku cape.
----- Update (27 Sept 2025)
Kocak deh. Aku ngga tau di atas udah nulis apa aja. Tapi tertanggal hari ini aku semakin yakin kalau, betul memang, saudara-saudara, manusia itu pondasinya driven by target. Butuh target buat bergerak? Atau aku aja? Iyalah, butuh tujuan. Sebenernya aku pernah baca sih quotes dari Chesire Cat Alice in Wonderland yang intinya bilang, kalau kamu ngga tau tujuanmu, jalan aja terus, kamu tetep akan sampe di tujuanmu. Kurang lebih gitu. Sebenarnya, tadinya aku ngga percaya sama kutipan itu. Aku nggak percaya dan aku kurang paham. Tapi, maybe I should thank God, di usia 24 tahun ini, akhirnya aku paham. Itu kaya bentuk lain dari, apa yang ditakdirkan untukmu tidak akan melewatkanmu, apa yang tidak ditakdirkan untukmu akan melewatkanmu. Intinya sama. Tujuan akhir kita itu udah tertulis bahkan sebelum kita menjadikan itu sebagai tujuan kita. Ini bukan ngomongin lauh mahfudz, btw.
Well, tapi ya itu ya, ini kenapa kalo nulis selalu out of topic gini sih?
Manusia (atau mungkin manusia secara umum) memang butuh target untuk hidup, bergerak, dan berkembang. Mungkin standar target ini yang bikin manusia punya semacam standar sosial terkait pencapaian kali ya? Hm, menarik. Tapi kesalahannya adalah standar-standar itu dibebankan secara general seolah manusia itu semuanya sama. Yaudahlah, inikan cuma asumsi. Tapi, perenunganku atas diriku sendiri juga menemukan, target itu bukan cuma sesuatu yang diusahakan untuk tercapai, tapi juga sebagai sesuatu yang fungsinya semacan check point.
Me personally, sejak lama udah sadar aku emang anaknya target oriented. Tapi baru-baru ini aku baru menyadari kalau aku memang se-driven by target dan se-target oriented itu. Apa yang membuat aku terus bergerak selama bertahun-tahun ini? Target. Dan apa yang membuat aku lumayan stuck belakangan ini? Karena target yang aku hilangkan dari hidupku.
Target ini rupanya juga berkaaitan sama zona nyaman, dan aku baru menyadari ini juga.
Bermula dari seorang David yang ngasih tau aku di diskusi kami soal kegagalan. "Orang yang ngga pernah gagal antara dia ngga pernah belajar dari kegagalan (tidak siap dengan kegagalan) atau dia ngga pernah keluar dari zona nyaman". Menarik. And those words hit me like a ... shooting star.
Di situlah aku mulai menyadari kalau aku beberapa tahun ini sedang bersembunyi di balik zona nyaman, lebih tepatnya ketika aku mulai melepaskan 'target' dari hidupku. Di situlah titik di mana aku pause untuk berkembang dan bergerak maju. Alasan kenapa aku merasa aku udah lari susah-payah tapi aku selalu merasa berada di titik yang sama, atau ya ... intinya nggak menunjukkan kemajuan signifikanlah.
Aku seneng sih mendapatkan kesadaran ini. Artinya aku bisa mulai evaluasi, berbenah, dan memperbaiki apa yang salah.
Walaupun ngga bisa bohong juga kalau aku juga merasa agak menyayangkan beberapa waktu yang terbuang. Tapi mari kita jadikan waktu-waktu yang 'terbuang' itu jadi berharga dan tidak sia-sia dengan memanfaatkan apa yang sudah kita sadari dengan berusaha menyelamatkan masa depan kita (aku) ini.
So, yea, that's all!
Bye?!