Social Norms Template vs Dilematic Idealism

Pertanyaannya, yang mana yang sedang kamu jalani?
Dan harusnya, yang mana yang harus dijalani?

Aku mungkin masih muda. Cuma 24 tahun pengalaman hidup. Masih sangat idealis dan aku pikir aku akan tetap menjadi idealis keras kepala. Tapi aku tahu, aku akan selalu memilih kerja untuk hidup. Dan objektifnya, kayanya idealisnya, normalnya, memang gitu. Karena, memang apalagi tujuan kerja kalo bukan untuk dapat uang lalu melanjutkan hidup?

Di dunia yang kapitalis ini, dimana semuanya diukur dari uang, harga, memuakkan. Hidup kita semua rasanya kaya dikutuk untuk fit in dengan cetakan kapitalisme yang membuat kita seolah-olah ngga punya pilihan lain selain menjadi bagian dari kapitalisme itu sendiiri.

"Nggak usah munafik, semua butuh uang". Bukan munafik. Tapi dont you think its silly, gimana kita dipaksa untuk memandang uang sebagai segalanya? Sebagai akar dan solusi dari sebuah masalah at the same time. Semuanya soal uang, uang, uang, uang, terus. Seolah hidup itu tujuannya untuk ngejar uang. 

Memang sih, uang bisa memudahkan. Uang bisa menyenangkan. Memang labih enak nangis di lambo daripada di pinggir jalan. Tapi it feels like dengan terbutakan dengan the things that we called as DUIT, orang-orang lupa cara jadi manusia dan cara menjalani hidup. Karena, di pikirannya adanya cuma kesenangan instan, segera, cepat, yang bisa didapatkan dari uang.

Pathetic.

Menurutku jadi manusia ngga harus kaya gitu. Semua orang lahir dengan keunikannya masing-masing, dengan tujuan diciptakannya masing-masing. Ngga ada satupun cetakan apapun di dunia ini yang bisa mewakili karakter dari setiap makhluk yang di utus Tuhan untuk berjalan-jalan di bumi ini.

Harusnya manusia tidak dipaksa menyesuaikan diri dengan cetakan, tapi membawa perubahan dan keajaiban melalui keindahan kepribadian yang dia bawa dari sebelum dilahirkan.

Siapa sih manusia pertama yang membuat konsep dan ide uang adalah segalanya? Dia sebelas dua belas sama orang yang membentuk standar kecantikan.

Kadang aku penasaran, seandainya manusia dibiarkan hidup dengan cara mereka sendiri, masing-masing, bukannya di dalam sistem, apakah dunia ini akan berbeda? Atau sama aja? Atau lebih buruk? Atau lebih baik?

Sistem yang memaksa kita semua untuk jadi seragam ini mendegradasi potensi manusia untuk menjadi makhluk yang bertujuan membuat dunia ini jadi lebih baik.

Atau mungkin memang beginilah suratan takdirnya.

Yang jelas, aku menolak hidup dikendalikan oleh template yang memaksa aku menjadi orang lain. Aku, potensiku, apa yang aku punya, apa yang aku tawarkan - the authentic me. I would rather gone crazy just like Don Quixote daripada harus menjadi sama tanpa kekhasan.

Postingan populer dari blog ini

My Twilight Girlie Era Is Back!

Synesthesia Experience : Grapheme Synesthesia

the best micellar water so far!