It's never about love, it's trust what we were looking for

Tumbuh bersama film disney romantis tentang Cinderella yang diselamatkan cinta sejati (Pangeran Tampan), Aurora yang dibangunkan cinta sejati (Pangeran Philip), dan Ariel yang mengejar cinta sejatinya (Pangeran Eric), membuat otakku membangun konsep pemahaman bahwa menemukan cinta sebagai tujuan hidup. Aku mau punya akhir bahagia kaya tokoh-tokoh disney yang aku tonton, yang menemukan orang yang dia cintai, dicintai, hidup bahagia selamanya. Orang bilang juga menikah lebih indah kalau karena cinta. Banyak orang yang rela meninggalkan semua yang mereka punya demi bisa bersama dengan orang yang mereka cintai. Tapi, konsep keindahan tentang cinta itu semakin meluntur seiring usiaku lebih dewasa, seiring berkembangnya otak dan pemahamanku. 

Aku nggak yakin cinta itu sesuatu yang nyata. Dan penting. Aku percaya cinta itu ada. Dan memang sepertinya indah. Mungkin cinta itu mirip taman bunga yang menebar kewangian? Kalau ngga ada cinta dan keinginan untuk saling mengasihi di dunia ini, yang ada cuma ... pertikaian? Perang. Bertengkar. Permusuhan. Bukannya dunia dengan taman bunga, yang ada mungkin malah dunia serupa kolam darah. Cinta itu penting buat ada di dunia ini tapi menurutku juga, cinta harusnya bukan jadi suatu hal yang eksklusif yang cuma bisa dimiliki oleh dua orang yang saling mencintai, tapi harusnya cinta itu sesuatu yang dimiliki oleh semua orang untuk semua orang.

Di 2022, aku mengembangkan pemahaman kalo, kayanya aku bisa deh nikah tanpa cinta. Aku merasa kesulitan kalo disuruh memilih cuma satu orang buat aku cintai. Karena pada kenyataannya walaupun aku tidak terlalu suka dengan hidup dan dunia ini, tapi nyatanya ada orang-orang 'bener' dan baik yang suka dan mengangggap indah dunia ini. Jadi kenapa ngga kita dukung aja persepsi positif mereka tentang dunia ini dan berusaha membuat dunia ini jadi dunia yang lebih layak huni (walaupun makin ke sini rasanya makin ngga mungkin) daripada memperkeruh dunia yang udah suram dan berudara asam ini? Yakan? Logis dong?

I'm not a prolife. Tapi kalau ada orang aneh dan orang bener dan aku disuruh untuk milih salah satunya aja, aku tentu akan milih orang bener.
Aku orang abu-abu kali ya?

Nah, balik ke aku bisa menikah tanpa cinta, tentu aja aku bisa. Malah kayanya aku merasa harusnya emang menikah bukan karena cinta. Cinta itu ada karena sesuatu. Cinta tu apa sih? Cinta tu apa? Instant spark? Itu hormon. Jadi maksudnya gimana? Apa kamu mau menikah sama orang yang merangsang hormonmu aja apa gimana? That's feel shallow. Terus apa? Cinta itu apa? Butterfly feelings? That's anxiety. Apa ya? Mungkin kesalahanku adalah karena aku ngga bisa mendefinisikan cinta ya?

Aku ngga merasa bisa menjelaskan apa itu cinta karena sejauh ini aku sayang sama semua orang yang aku suka. Temen-temenku, adekku, dan banyak orang yang menurut aku layak dicintai dan disayangi. Jadi cintaku nggak ekslusif. Terus di suatu hari di 2023, aku menyadari kalo, aku bisa aja sayang sama semua orang yang aku suka, tapi ngga semua orang yang aku suka itu bisa dapet satu hal yang aku jaga baik-baik. Apakah itu? Ya! Itu adalah rasa percaya.

Aku mungkin kelihatan kaya oversharing dan kaya buku yang terbuka tapi kaya yang aku bilang, aku adalah buku yang terbuka, tapi bukunya buku alkimia. Nggak semua orang bisa paham dan mengerti. Malah, mungkin sekalipun ngerti, apa yang mereka pahami bisa jadi berbeda-beda. Tapi aku akan membiarkan, mungkin, sangat sedikit orang untuk bisa mengerti dan paham isi buku itu. Jadi ini bukan soal cinta (at least for me). Tapi soal siapa yang bisa aku percaya dan membuat aku mau membuka diri dan membiarkan satu atau sedikit orang ini untuk memahami aku. Itu adalah apa yang "eksklusif" dari aku. It's not the love. It's the trust. Aku bisa aja suka dan naksir berat sama si A tapi belum tentu si A aku biarkan utnuk mengerti aku?

Terus cinta, buat aku, itu apa ya? 
Dengan aku membiarkan orang itu untuk mengerti aku, artinya aku percaya sama dia. Dengan aku percaya, aku sama aja kaya memberikan kunci VVIP untuk mengakses banyak hal yang berkaitan sama diri aku, gitukan. Cerita sehari-hari, kekhawatiran-ketakutanku, many else. Dan pastinya untuk bisa memberikan kepercayaan itu butuh kualifikasi dan persayratan ya. Bukan untuk sembarang orang. 

Ini aku ngomong apasih ya? Maaf kalo kaya nglantur, jujur sekarang ini rasanya aku kaya ada di dalam goa dan aku harus menggapai kata-kata yang mengambang di langit-langit goa, untuk bisa menyusunnya supaya jadi padanan kata yang tepat. Aku lagi kurang baca jadi kemampuan linguistikku sedang sangat berkurang. OK. Laugh at me.

Aku merasa kaya orang-orang termakan oleh konsep cinta makanya mereka terlalu hanyut dalam standar menemukan cinta. Mereka jadi sibuk fokus nyari orang lain (satu doang lagi) yang bisa memberi cinta ke diri mereka. Yang bisa bikin mereka merasa dicintai, diinginkan, penting, and many more since standar dicintai orang itu beda-beda. Kesalahannya adalah, menurutku, karena mereka terlalu fokus mencari cinta itu di satu orang aja. Padahal poinnya bukan di situ nggak sih? Cinta itu bisa datang dari mana aja. Istri buat memutuskan menikah, emang pake cinta aja cukup? Ini bakal balik lagi ke "cinta" yang dimaksud itu apa. Tapi secara rasional dan manusiawi itukan cewe mencari cowo yang sekiranya bisa jadi sosok yang menjaga dan melindungi ya. Begitupun cowo, mencari cewe mungkin yang layak buat diajak bekerjasama melanjutkan hidup, termasuk juga mungkin kualitas sosok ibu yang baik kalo si cowo itu mau punya anak. Sama juga kaya orang tua mau merestui anak cewenya menikah, yang dipertimbangkan adalah, apakah si laki-laki ini bisa dipercaya? Berlaku juga buat orang tua si cowok. Bahkan mungkin temen0temen dari couple ini juga mempertimbangkannya soal apakah teman mereka (cowo dan cewe) ada di tangan yang tepat? Gitukan? So I think, it's not love what we were looking for. It's trust. Dengan satu kunci, yaitu trust, bisa membuka ke banyak pintu lainnya. Tanpa trust, semua pintu akan tertutup karena kuncinya ntah nggak ada, ntah rusak. Pasangan yang salah satunya pernah selingkuh, kuncinya bisa jadi rusak, mungkin ngga akan bisa lagi membuka pintu-pintu yang sebelumnya bisa dibuka.

Gitukan?
It's not love. It's trust what we always looking for. Love itu cuma ... apa ya? Aku merasa tidak punya hak membicarakan soal cinta kalo kaya gini. Tapi seriously, i dont think it's love. Cinta adalah salah satu pintu yang bisa dibuka dengan trust.

End of the ngomong ngalor ngidul!

Postingan populer dari blog ini

My Twilight Girlie Era Is Back!

Synesthesia Experience : Grapheme Synesthesia

the best micellar water so far!