Alchemy
Persepsi awalku saat mendengar kata "alchemy", "alchemist", "alkimia" adalah dunia sihir dan kepercayaan kuno, mirip sama kepercayaan druid dari old UK. Persepsi itu dipengaruhi sama banyak media yang mostly memakai dasar konsep alkimia dan relasinya sama kemampuan sihir-menyihir. Di Harry Potter and the Philosopher Stone, misal, ada penyihir ancient, Nicholas Flamel yang mempunyai batu bertuah, which is, adalah, produk dari alkimia. Di seri Discovery of Witches, juga, konsep alkimia dipakai buat menjelaskan "dunia" sihir dan ilmu-ilmunya. Terus juga kepercayaan ancient celtic yang kurang lebih sama, menjelaskan konsep "sihir" dengan konsep alkimia. Dari itu semua aku memahami kalo this alchemy thing itu relatable-nya sama persihiran, keajaiban, dan hal-hal yang tidak mungkin.
Sampe kemudian aku baca buku klasik tulisannya Paulo Coelho, The Alchemist.
Butuh waktu lama buat aku menamatkan buku itu. Bukan karena bukunya tebal, bukan karena bukunya ngga bergambar, bukan juga karena isinya ngga menarik. Tapi karena aku merasa membaca hal-hal yang selama ini aku teorikan. Hal-hal yang aku merasa aku udah tau. Hal-hal yang aku selaku pengen diskusiin dengan orang-orang tapi aku ngga pernah tau caranya dan mereka ngga ngerti apa yang aku maksudkan.
Soal pertanda-pertanda, cara Tuhan berkomunikasi dengan alam, takdir, dan semuanya.
Akhirnya, aku bisa menyelesaikan buku itu setelah sekian tahun, karena untuk beberapa saat aku merasa no clue dalam hidup ini. Semua konsep dan teori hidup yang udah aku bangun dari dulu waktu kecil sampe sekarang usia 23 tahun, rasanya jadi blurry, mengabur, semakin transparan. Aku takut apa yang udah aku bangun selama ini hilang, aku butuh semacam "sengatan" kaya kejut listrik membangunkan orang sekarat dan kaya cubitan membangunkan orang dari mimpi. Akhirnya aku baca the alchemist untuk memperjelas semua konsep yang blurry itu. Hasilnya? Jadi lebih jelas dan teorinya semakin mantap. Seolah ada batu baru yang ditambahkan ke desain pondasinya supaya bangunannya lebih kokoh. Jadi aku senang. Dan lega.
Dari buku itu aku mendapat sebuah pemahaman baru kalo alkimia itu ngga melulu soal sihir-sihiran dan keajaiban, tapi tentang "memurnikan" ke arah "takdir" nya. Masih ngga jelas? Bentar, masih ada penjelasan lagi.
Selesai baca The Alchemist, aku baca buku random yang aku temukan di reading list seseorang dari Twitter, judulnya, Alchemy the Ancient Science. Buku udah jaman bahula. Udah lama banget, kalo jadi resource mungkin udah dianggap ngga relevan. Tapi setelah baca 1 bab, aku memahami poin baru yang menarik, kalo ternyata alkimia itu sebenarnya ilmu yang tujuannya untuk "memurnikan".
Alkimia sering dihubungkan sama cerita-cerita tentang mengubah besi biasa jadi emas. Sering juga dikaitkannya sama batu bertuah yang bisa memperpanjang usia. Nggak salah, karena memang konsep keyakinan ilmunya begitu. Berkembang di Arab, Mesir, Yunani, Inggris modern hingga di abad ke-15. Makanya alkimia ini sering dikaitkannya sama hal-hal yang berbau sihir. Karena ya gimana coba caranya mengubah besi biasa jadi emas? Memperpanjang usia? Ngga ada yang percaya. Itu salah satu jenis mitos dan keajaiban: sihir.
Tapi, kemudian aku paham kalo ternyata cerita tentang "mengubah besi jadi emas" ini sebenernya adalah soal"memurnikan". Emas sejak jaman dahulu dianggap sebagai logam yang paling murni. Ibaratnya puncak dari semua proses transendensi dari sebuah besi adalah berubah jadi emas. Makanya marketingnya alkimia ini adalah bisa mengubah besi jadi emas. Aku ngga tau dan tidak merasa bisa bilang aku percaya atau nggak percaya. Tapi aku percaya sama semua hal yang nggak mungkin. Bukan ngga mungkin kalo besi setelah mengalami "berbagai proses" pada akhirnya bisa berubah jadi emas. Aku ngga bisa bilang percaya karena berdasarkan pengetahuanku yang cetek, itu tidak masuk akal. Berdasarkan kepercayaan soal "proses" aku bisa jadi percaya (tanpa landasan kelogikaan apapun), karena aku juga percaya "proses" itu menjadikan manusia "manusia".
Intinya alkimia ini adalah soal sebuah proses, berbagai cara yang dipakai untuk memurnikan sesuatu sehingga bisa berubah jadi "puncak" nilainya. Aku bingung deh membahasakannya gimana. Tapi maksudnya itu sebenernya proses penggemblengan. Bukan maksudnya penggemblengan ya tapi prosesnya aja, cuma contoh bahasa gampangnya adalah penggemblengan.
Kaya besi biasa, dilelehkan, dibakar, dibekukan, diinikan, itukan, blablabla, sampe akhirnya dia berubah jadi emas murni. Itu alkimia. Manusia juga, mengalami ini, mengalami itu, memaknai ini, memaknai itu, hasilnya jadi manusia yang transpersonal. Ini sebenernya menarik tau karena ini relevan sama teoriku pribadi soal manusia, hidup, game, dan takdir. Contohnya aja kaya si Pemuda di buku The Alchemist itu, dia tadinya penggembala biasa, lalu dia berproses dengan cara keluar dari comfort zone-nya, jadi musafir ke negeri orang, demi mengikuti perkataan seorang raja dan gipsi tentang emas di piramida-piramida. Selama proses dia menuju piramida itu: menjual gembalanya; kecopetan; jadi asisten pedagang kristal; ragu dan ingin pulang; memilih tetap ke piramida; bertemu orang inggris; petualangan bersama rombongan karavan; tinggal di oasis; bertemu sang alkemis; memutuskan untuk mengikuti takdir; dipukuli perampok; dan semuanya, itu adalah proses dirinya sampe akhirnya jadi "manusia seutuhnya" yaitu manusia yang hidup sesuai dengan takdir penciptaannya. Di buku itu, yang dianggap sebagai "manusia sesuai takdir" sama kaya apa yang dimaksud konsep alkimia soal "murni". Paham, ngga? Di cerita itu gitu.
Terus? Maksudnya? Takdir dia cuma buat nemu peti emas?
Well, we never know. Tapi karena di buku ceritanya gitu, kita asumsikan iya. Tapikan dari semua tulisanku ini bukan itu inti bahasannya. Tapi soal proses yang menjadikan manusia sebagai "manusia" seutuhnya.
Jadi ini semua sebenarnya membahas soal: proses.
Setelah baca tulisan itu, btw, aku jadi mengklasifikasikan diriku sebagai orang yang menganut aliran keilmuan alkimia ini deh. Hehe.