Apa yang Aku Mau #1: Membicarakan Diri Sendiri
Lately aku menyadari kalau aku adalah tipe manusia yang tau apa yang aku mau dan mau apa yang aku mau.
Aku tipe yang ngga akan melakukan sesuatu tanpa alasan. Aku punya tujuan. Jadi apakah aku bisa mengklasifikasikan diriku as target oriented? Aku bukan tipe orang yang melakukan sesuatu dengan random. Kalo aku bilang "pengen aja" bukan berarti aku emang pengen aja doang, tapi aku punya tujuan yang aku ngga mau share ke orang lain. Cuma antara aku dan my inner self.
Aku selalu punya standar untuk semua hal. Minimal gini. Kalau ngga memenuhi standar minimal itu, yaudah ngga usah. Karena berdasarkan pengalaman, kalo aku memaksakan sesuatu, biasanya it didn't end well. Sialnya, yang kaya gini jadi bikin aku cenderung kaku dan strict banget sama standarku. Semacam, "standarku atau tidak sama sekali". Mendingan ngga usah atau nanti dulu daripada lowering my standard.
Aku menyadari ini berlaku hampir ke semua aspek dalam hidupku sih. Dalam milih pekerjaan, memutuskan beli barang, milih pasangan ...
Waktu aku wisuda, aku udah punya bayangan, gambaran di kepalaku, aku mau kebayaku kaya apa. Tapi aku tau, aku ngga bisa memproyeksikan gambaran yang aku mau dengan mengkomunikasikannya ke penjahit. Mungkin sebenernya bisa aja sih, tapi i think aku bakal kesel banget sama diriku dan si penjahit kalo nantinya hasilnya ngga sesuai yang aku mau. Makanya aku memilih untuk akhirnya jahit bajuku sendiri padahal aku nol pengalaman dalam hal menjahit kutu baru. Hasilnya? Not bad untuk first try. Apakah udah sesuai sama mauku? Emmm, not really tapi cukup mendekati. Lah sama aja dong dengan dijahitin penjahit tapi hasilnya ngga sesuai kemauan? Iya sama aja di hasilnya tapi di prosesnya beda. Dengan nyoba bikin sendiri aku dapet banyak keuntungan:
1. Aku belajar menjahit
2. Aku belajar bikin pola
3. Aku tau penyebab kekurangan pakaian yang aku buat dimana, shg aku lebih bisa menerima ketidak sempurnaanya
4. Ada memori dan perasaan yang melekat di baju yang aku buat. I'm attached with the outfit.
5. Aku tau letak kekurangannya, jadi aku tau gimana cara mengatasi suoaya kekurangannya ngga terlalu terekspos
Ini sama juga kaya aku dalam memilih pekerjaan. Aku ngga mau asal dan random milih pekerjaan. Aku maunya sesuatu yang aku memang passionate dan mau jalani. Yang sesuai sama value yang aku pegang dan bisa bikin aku berproses tanpa membatasi.
Berlaku juga buat milih pasangan. Kata orang, yang namanya pasangan ngga akan ada yang 100% cocok. Ada hal hal yang ngga cocok yang haris ditoleransi. Aku setuju. Masalahnya belakangan aku sadar, ternyata kalo aku sampe di tahap "tidak bisa menoleransi" itu bukan karena akunya yang batas toleransinya kaku dan sempit, tapi emang issue nya yang se fundamentak itu.
Bener bener ini semua soal aku tau apa yang aku mau, dan mau apa yang aku mau. Aku punya standar minimum yang aku terapkan ke diri aku sendiri dan aku ngga mau merendahkan standar itu buat orang lain. Karena sejak awal standar itu emang bukan buat orang lain, tapi buat diri aku sendiri. Kalo aku nurunin standar itu, aku bakal mikirin "kenapa?"dan "gimana kalo .." yang ngga ada habisnya. Sesuatu yang pada akhirnya sama aja dengan menyesali keputusan untuk mengurangi standar itu.