2022(?): Trigger and Trauma (+Part 2)
Aku merasa ini saat yang tepat buat ngomongin 2022, tahun yang kelabu banget buat aku. Aku juga udah merasa lebih siap daripada sebelumnya buat ngomongin tahun "Mendung" ini.
Tapi jujur aku males dan ngantuk. Hehehe
2022 diawali dengan persepsiku yang udah meramalkan kalo tahun ini bakal kelabu, mendung, kaya ada awan badai yang nunggu di tepian, nunggu saat yang tepat buat akhirnya menghajar dataran dengan kilat, hujan, topan, dan apapun badai yang mungkin terjadi dan pastinya harus mengerikan.
Ada yang bilang kalau mungkin 2022 betulan terealisasi semendung itu karena law of attraction. Karena aku yang udah menduga tahun itu bakalan sewaduh itu sehingga aku fokus ke waduh-waduhnya aja. But i can promise to you, all, nggak. 2022 memang tahun terbadaiku dan aku bisa janji itu bukan karena law of attraction. Aku selalu memandang pengalaman dari dua sisi walaupun mungkin butuh waktu lebih lama buat aku untuk melihat sisi positifnya (kadang langsung kok). Lagipula, badainya 2022 ke aku itu konstan. Emang sih ada beberapa jeda, tapi the jeda is literally cuma hitungan minggu.
Aku bingung harus dimulai dari mana, mungkin yang aku ceritain ini juga tidak akan sambung-menyambung, tapi memang kadang gitu, gaes, kalau dilihat dari sudut pandang kecil, hidup kadang memang tidak sambung-menyambung. Tapi kalo dilihat dari kacamata tua, keseluruhan, dan kacamata Tuhan, semuanya saling berkorelasi, trust me.
Awal 2022, aku ditawarin untuk melanjutkan jabatanku di salah satu organisasi, lebih tepatnya naik jabatan sih bukan sekedar melanjutkan aja. Sebelumnya aku sekretaris, kemudian aku ditawarin jadi sekretaris jenderal dan tawaran naik jabatan itu disebabkan karena aku keren, disiplin, bekerja dengan sangat kilat (mereka tidak menyangka), intinya pencapaianku bagus, aku bisa dipercaya, makanya aku ditawarin naik jabatan. Dan lagi, kurang peminat.
Sebenernya itu tawaran yang sangat menarik. Tapi di tahun itu aku punya prioritas yang lebih prioritas daripada ngasih makan egoku untuk merasa i deserve it. Aku sudah merasa cukup dengan hanya diinginkan. But i dont have to get it, ya kan?
Prioritasku waktu itu adalah fokus kkn, magang, sempro, dan skripsi. Terus juga aku berencana menambah experience dalam hidup dengan coba-coba part time, sebuah pengalaman yang cuma aku alami saat baca novel dan film-film, pengalaman yang aku kira bakal fun!
Singkat cerita aku menolak tawaran naik jabatan yang sangat menggiurkan itu.
Selanjutnya petaka dimulai ketika aku mulai ngekos. (Bentar capek. Lanjut ketika aku pengen)
---
(Part 2)
Waktu aku pertama ngekos, itu kayanya adalah untuk pertamakalinya dalam hidup dewasa awalku dimana aku merasakan kesepian. Sebenernya bukan kesepian yang loneliness deh kayanya, tapi lebih ke ... kehilangan kesibukan (setelah aku pikir-pikir lagi). Karena yang aku rasain itu lebih ke perasaan suwung, gabut, merana, sepi karena sebelumnya selama setahun aku bahkan harus mencari-cari waktu untuk me time tiba-tiba jadi literally gabut. Nggak ada kegiatan, nggak ada tuntutan, 100% free time. Sebenernya ada deh tugas tapi setelah sebelumnya jenis tugasnya yang termasuk kategori "berat", tiba-tiba cuma tugas kuliah aja tuh jadi rasanya kaya ... kaya sebelumnya jadi kuli panggul jadi ngangkut keranjang rotan kosong. Jomplang banget.
Blablabla kemudian aku mengisi kehidupanku yang kosong dengan menamatkan Love Hypothesis dan To Kill A Kingdom (produktifkan?).
Sampe di suatu Senin pagi, saat aku balik ke kosan dan menemukan aku punya tetangga kosan baru. Aku masuk ke kamar mandi dan menemukan kamar mandi yang sebelumnya baru aku kuras, tiba-tiba lantainya jadi berpasir, baknya airnya jadi dikit banget (sebelumnya kosong) tapi banyak rambut dan kayanya berbusa ... Udah gitu kamar mandinya bau amis banget. Padahal sebelumnya aku tinggal dalam keadaan kosong dan kering karena i thought, aku akan meninggalkan kosan ini selama 3 hari, dan demi mencegah munculnya jentik-jentik yang aku takuti, aku keringin aja. Logis dong? Tapi ternyata aku kembali dengan keadaan kamar mandi yang mirip kamar mandi umum. So sad.
Dari situlah aku menemukan kalo aku ternyata punya tetangga kos baru yang bisa dikategorikan jorok.