Skincare Lokal Journey

IM SUPER EXCITED TO WRITE THIS!

Aku merasa sangat puas sama my skincare product yang sekarang. Apalagi almost all of them are locals. Malah semuanya kayanya. Jadi bukan almost lagi.

Aku dulu make skincare campur campur. Mostly korea, karena skincare era hyoenya pas aku SMA dan yang bikin rame adalah skincare korea. Jadi aku terbawa arus dan ikut make nature republic, cosrx, somebymi, axis y, segala macem itu yang turn out tidak secocok itu di aku.

One day, aku menemukan fakta kalo ternyata skincare, itu sama kaya indomie. Indomie di Jawa bumbunya beda sama Indomie di Kalimantan, alasannya ya tentu aja karena perbedaan selera. Mungkin orang kalimantam lebih suka asin, while orang Jawa suka manis. Sesimpel itu. Terus suatu saat aku menemukan kalo hal yang sama berlaku juga di skincare. Sedihnya i can mot show you the references, karena waktu itu aku baca sekilas doang. Tapi intinya adalah skincarenya orang korea itu dibuat untuk orang korea, jadi faktor pembuatan produknya itu dipengaruhi iklim di sana, ko disi kulit, masalah kulit di sana, segala macem yang cenderungnya beda sama kita, Indonesian. Aku ngga bilang "skincare korea ga cocok buat orang Indonesia" ya. Tapi, lebih ke, skincare itu memang tidak diciptakan secara spesifik buat kulit orang Indonesia, jadi wajar aja kalau output pemakaiannya ngga se oke itu. I guess.

"Tapi aku cocok tuh make skincare korea" good for you, yeay! Aku ngga bilang "pasti" kok. Aku bilang "cenderungnya".

Anyway, setelah aku baca hal itu, emang butuh waktu buat aku untuk paham, tapi belief ku mulai berubah. Tadinya aku mendewakan skincare korea banget, tapi kemudian aku mulai melirik produk lokal such as azarine, emina, wardah, marina, terus apalagi itu yang huruf depannya P ...

Kebetulan juga aku make skincare lokal itu ada Milk Cleanser sama Toner Cleansernya Viva, terus aku pakai sunscreennya Azarine. Cuma dua itu aja skincare lokalku. Saat itu pelembabnya aku make axis y (yang jujur, cukup bagus, dia yang bikin aku menemukan standar pelembab yang pas buat aku. Tapi aku ngga akan mau beli lagi karena it doesnt worth the price - the output, i mean), toner, serum, semuanya axis y series.

Setelah axis y ku habis, aku mulai cari carikan pengganti yang lebih pas. Karena di aku pribadi, axis y emang enak tapi buat aku the experience saat make sama outputnya tuh kurang. Ngga sebanding sama harganya yang ratusan ribu per pcs - not gonna mention produknya yang ngga habis habis, but i mention it anyway.

Terus aku mulai menyelam ke dunia skincare lokal, dan aku merasa aku mau nyoba, "kayanya aku mau deh nyoba azarine. Kan so far sunscreennya mantep di aku?" Lalu aku coba beli pelembab sama serumnya (after tons of research). Dan voila!

Azarine bagus juga ya. Yang aku suka dari azarine (pelembab sama serumnya) adalah dia itu terjangkau kantong (harganya masuk akal, i mean), terus experience waktu makenya tuh dapet, soft gitu, nyaman aja. Comforting. Terus ya outputnya terasa walaupun tetep butuh waktu. Jujur kalo outputnya begini, harganya naikan dikit aku ngga papa deh wkwkwk. Asal ngga sampe yang 200k/pcs macam skincare korea. Aku jadi amazed sama azarine. Minusnya skincare dia ngga wangi aja sih. Kadang aku make skincare tuh menikmati wanginya juga buat relaksasi. Tapi mereka ngga pakai fragrance sama sekali. Ngga masalah banget sih. Im fine with that. Aku bisa make parfum sebelum skincare an.

Jadi itu aja. Aku memproklamasikan diri sebagai pecinta produk lokal, yeay 🤍


Postingan populer dari blog ini

My Twilight Girlie Era Is Back!

Synesthesia Experience : Grapheme Synesthesia

the best micellar water so far!