Mulai dari mana ...?
Setelah sekian lama ngga nulis blog (seengganya menurutku), kayanya ini saat yang tepat buat nulis lagi. Kenapa? Karena kata-kata yang pengen aku tulis udah berpusing di kepalaku kaya twister, kaya tornado, berotasi terhadap otakku, bisik, ribut, dan agak mengganggu tapi sekaligus satisfying - walaupun aku sendiri nggak tahu di bagian mana satisfying-nya. Mungkin eksistensi dari hasrat menulis itu sendiri yang bikin aku satisfying.
Nah oke, jadi mulai dari mana aku?
Well actually blog ini cuma buat pemberitahuan ajasih kalo aku akan menulis apapun yang mau aku tulis. No filter. Haha.
Kemarin tuh aku lihat ada cewe yang nulis di Medium dan aku baca tulisannya di Medium itu bagus, cantik, dan nyaan di baca. Bahasanya semi-formal tapi jelas bukan bahasa asal ceplos kaya yang aku pake di blog-ku. Aku jadi minder. Aku bayangin ada orang gabut yang buka blog-ku terus baca blog-ku terus mereka pas baca berasa kaya lagi chattingan sama aku. Aku ngga suka image itu. Aku maunya orang yang baca blogku tu merasa anggun, kalem, elegan, mahal. Tapi kayanya ngga deh.
Yah mari simpulkan aja kalo blog ini emang diary digital dimana aku bisa jadi diri sendiri dan pikiranku bebas menjadi dirinya loncat ke sana kemari bahas ina ini tanpa ada batasan.
Bisa nggak ya kaya gitu? Aku masih meyakini segala sesuatu yang ada di dunia ini tuh ada batasannya kalo ngga mau di-spill-spill. Heheh. Takut sekali aku tu kalo di spill. Soalnya aku sadar standar normalku tuh agak laen dan yah, "males jelasinnya aku tuh". Aku sadar aku manusia yang at some point memilih untuk disalah pahami daripada klarifikasi dengan alasan malez.
Jadi gimana ya? Intinya ini adalah gelembung aku. Aku tau semua yang sifatnya publik harus siap dijulidin dan dihakimi publicly. Tapi kek mana ya. Di satu sisi aku merasa dihakimi dan dijulidin itu bisa bantu buat evaluasi diri, di satu sisi aku ngga mau karena: walaupun semua orang bisa menilai dan menghakimi dengan sama persis, tapi mereka ngga pernah 100% tau aku dan aku sangat sadar manusia-manusia dengan pendapat yang sama, serombongan ini punya kecenderungan untuk merasa benar karena "temennya banyak" dalam artian "kalo 100 orang nilainya sama ya berarti kita yang bener" gitu. Ih aku ngomong apasih?
Karena serombongan manusia dengan satu suara yang sama berpikir mereka menilai dengan benar, kemudian mereka menuntut perubahan yang mereka pikir benar, padahal yang bisa mereka lakukan itu cuma usul. Pada akhirnya karena ini hidupku, duniaku, dan aku yang menjalani, aku adalah yang paling tau apa yang terbaik buat aku dan akulah yang punya tugas untuk memilah usul mana yang mau aku evaluasi dan mana yang nggak.
Apakah bisa dipahami? Semoga.
Jadi mari kita tulis twister-twister ini guys!