Makna Eksistensial: Peran Kita Sebagai Manusia

Aku sering, bertanya-tanya sama diri sendiri, "Kenapa?" hampir untuk segala hal di dunia ini. Dan proses itu udah berlangsung bahkan sejak aku SD. 

Ngelihat ke atas langit, biru, awan bergerak pelan, terik matahari, mempertanyakan "kenapa?" dan "untuk apa?"

Pertanyaan pertanyaan semacam, "buat apa aku ada di dunia ini?" "kenapa aku?" "kenapa tubuh fisik ini yang lolos dari lomba renang antar sperma?" "kenapa juga jiwa (ruh) aku yang dimasukin ke tubuh si bayi?" "kalo bukan ruh aku yang dimasukin, apakah manusia ini juga akan mempertanyakan dan memikirkan hal-hal yang aku pikirin saat ini?" "kenapa juga aku mikirin ini semua?" "apakah karena pengalamanku? apa bawaan ruh ku?" 

Singkatnya aku merasa aku as Nabila Husna mentally separated sama Nabila Husna versi fisik. Ngomong apa sih?

Ya gitu deh.

Aku selalu berusaha mengkonsepkan pikiranku yang kemana-mana ini untuk emnemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tadi.

Simpulannya adalah, aku percaya yang namanya takdir.
Aku percaya Tuhan udah merencanakan semua-muanya yang akan terjadi di dunia ini. Kaya penulis yang udah membuat kerangka alur nasib atau cerita dari universe ciptaannya. Di dunia itu, untuk mencapai akhir cerita yang di mau, si penulis butuh karakter-karakter. Mulai dari karakter mayor (yang akan banyak disorot karena dia ngasih bantuan ter-"lihat") dan karakter minor (yang tanpa dorongan positif maupun negatif dari karakter minor, karakter mayor ngga akan berhasil menjalankan peran dia sebagai karakter mayor)

(OMG, aku merasa lega banget - sedikit - pikiran ku yang ini mulai tersalurkan. Oke, lanjut)

Nggak semuanya di dunia ini akan menjadi karakter utama, some of us cuma akan jadi karakter minor atau pendukung aja. Dan mungkin malah, kita nggak pernah sadar kita ini sebenernya karakter apa. Dan balik lagi, penulis dari dunia dan kehidupan ini Tuhan. Jelas segala-galanya akan lebih rumit dan kompleks dan otak kita ngga akan nyampe pokoknya buat mikirin ini semuanya. Akan terlalu berat.

Kalau penulis buku biasa, mungkin dia bisa aja gambarin character development dari setiap karakter yang muncul di bukunya, itupun mungkin ngga akan sampai mendetail dan terlalu dalam. Tapi berhubung penulis di sini adalah Tuhan, dimana setiap karakter minor maupun mayor punya kehidupannya sendiri yang akan menjadi sebuah life lesson dan development buat karakter mereka demi suatu tujuan yaitu akhir cerita - sebut aja kiamat -  tentunya akan ada kehidupan yang lebih dalam - ngulang lagi - dan kompleks. 

Kita adalah karakter utama dalam setiap cerita kita. Karena cerita kita berkisah dari pov kita. Dan cerita bermula dari kita. Dan cerita hidup kita memang tentang kita. Tapi pernah nggak sih mikir, "apa ya peran kita dalam cerita ciptaan Tuhan ini?"

Aku pernah nulis tentang, emm, peran kita sadar-nggak sadar di dunia ini. Misal, si A, dia presiden suatu negara yang lahir dari golongan aktivis pecinta alam. Dan yang mendorong dia jadi aktivis adalah guru SD dia yang suatu waktu cerita ke dia tentang betapa rusaknya kondisi alam, dll. Dengan power dia sebagai presiden (atau apapun deh), dia lebih bisa menyalurkan keinginan dia untuk, misal, memperbaiki alam. Dari secuplik contoh ini, karakter mayornya adalah si A. Tapi karakter minornya adalah si guru SD yang cerita sekilas tentang kerusakan alam, yang membuat si A tergerak buat kemudian menjadi aktivis ketika dia besar. Nangkep ngga?

Si guru SD mungkin suatu hari melihat si A di TV dan cuma mikir, "Wah, dia murid di SD tempat au ngajar loh dulu" tanpa dia tahu kalo kata-kata dialah yang menjadi inspirasi pertama buat si A untuk akhirnya jadi aktivis dan lalu akhirnya jadi presiden, dan mencapai goal akhir cerita = mencegah kerusakan alam semakin parah. Misalnya gitu.

Dan, yap, aku selalu mempertanyakan peranku ada di dunia ini itu apa?

Dan lagi, aku punya teori aneh tentang kematian. Dimana aku meyakini kalo, kematian mungkin ngga sepenuhnya takdir. Mungkin kematian adalah kegagalan atau keberhasilan. Dalam cerita - aku tau hidup ini bukan cerita - karakter yang emang udah ngga kepake, daripada menuh-menuhin cerita sebaiknya dimatiin aja. Dan aku berteori (dari kelas 3 SD) kalo, gimana kalo emang gitu?
Gimana kalo mati itu bisa berarti kegagalan atau sebuah keberhasilan? Kegagalan, artinya si seseorang udah gagal dalam menjalankan misi atau peran karakter dia dalam "universe" yang diciptakan Tuhan, atau seseorang udah berhasil menyelesaikan misi atau peran karakter dia?

Ibaratnya kaya, "tugasmu udah selese, yuk pulang, ga perlu menuh-menuhin bumi" atau "kamu gagal dan udah ngga bisa memperbaiki kesalahanmu lagi, game over, pulang"

Hidup selama ini emang ngga pernah sepraktis itu sih. Ngga sesimpel Candy Crush yang ketika udah ngga ada candy buat diswitch maka kita langsung game over. Atau kaya solitaire, yang ketika udah ngga ada kartu yang bisa dibagi, kita langsung menemui jalan buntu (game over). Tapi perlu diakui kalo hidup ini emang sama aja kaya game. Aku mau bahas ini ditulisanku yang lain kalo jariku ngga pegel dan otakku ngga cape fokus. Plus, karena aku ngetik pake napas, ofc, aku akan bahas kalo dadaku ga kecapean menyelaraskan antara pikiran sama pikiran ... pikiran mental sama fungsi otak. Sebut aja gitu. Gitu deh.

Tapi kemarin, mengingat skripsiku ini tentang fenomenologi, salah satu cabang filsafar, dimana fenomenologi ini bercabang lagi dan yang jadi bahasan di skripsiku kemarin adalah fenomenologi cabang eksistensialisme, aku baca teorinya Frankl, seorang survivor dari Camp Nazi di Austwitch, Jerman. Ngga tau tulisannya bener apa ngga, cek aja di google sendiri. 

Di bukunya yang judulnya Man Searching for A Meaning, ada salah satu subab yang bahas tentang "Meaning of Life" kalo nggak salah(?)
Di situ Frankl bahas kalo manusia itu punya peran dalam dunia ini. Apapun itu. Kalo dari hasil penelitian ku kemarin, ketiga subjekku menemukan makna kalo peran mereka dalam hidup dan eksistensi mereka adalah untuk bisa berguna buat orang lain dan sekitarnya, harus berdampak buat sekitarnya. Dan kebetulan value hidup ketiganya juga adalah, manusia harus berbuat untuk orang lain, yang mereka salurkan melalui pekerjaan mereka as a firefighter (plis ayo kagumi subjekku). 

Singkatnya gitu.

Jadi peran ini merupakan sesuatu yang penting dalam eksistensi individu sebagai manusia. Dan pertanyaanku tentang peran sebagai manusia udah terjawab, untuk mengantarkan cerita Tuhan samapai ke jalan finalnya(?) 

Kita mungkin ngga sadar, tapi perbuatan apapun yang kita perbuat, ucapan apapun yang kita ucapkan, itu arahnya ke keberhasilan atau kegagalan kita dalam menjalankan misi/peran kita as a makhluk ciptaan Tuhan yang diciptakan buat mengantarkan cerita Tuhan ke endingnya. Gitu?


Kedengeran dramatis banget, i kno
Bye. 

Kalo inget, lain waktu aku tulis pikiranku tentang Life as a Game sama  emm Remedial(?)
AKu udah nahan nulis ini banget dari lama, dari kemarin waktu aku nangis-nangis skripsian, tapi ya gitu deh, energiku habis. Bye

Postingan populer dari blog ini

My Twilight Girlie Era Is Back!

Synesthesia Experience : Grapheme Synesthesia

the best micellar water so far!