Mengintip Sedikit Skripsiku, Bab V: Refleksi Peneliti (Peneliti's POV)
Peneliti merasa
tertarik untuk melakukan penelitian ini dikarenakan adanya rasa penasaran,
heran, sekaligus kekaguman dalam diri peneliti terhadap pekerjaan pemadam
kebakaran. Peneliti memandang pekerjaan pemadam kebakaran sebagai pekerjaan
yangberbahaya dan menakutkan karena memiliki resiko kerja yang tinggi. Selain
itu, sejauh yang peneliti ketahui pemadam kebakaran di Indonesia dan beberapa
negara lain tidak mendapatkan upah yang sepadan dengan pekerjaannya yang
memiliki tuntutan kerja serta resiko kerja yang tinggi. Persepsi peneliti
terhadap pekerjaan pemadam kebakaran tersebut timbul dikarenakan saat peneliti
belum bersekolah peneliti memiliki kebiasaan mendengarkan cerita sebelum tidur
bersama ibu. Pada suatu malam, karena kehabisan cerita pengantar tidur,
akhirnya ibu peneliti bercerita mengenai drama yang baru selesai beliau tonton.
Drama tersebut berkisah tentang kehidupan anak seorang pemadam kebakaran
setelah Ayahnya meninggal saat bekerja. Peneliti masih ingat mimik wajah dan
kalimat yang ibu peneliti ucapkan pada saat itu, "Kasian ya pemadam
kebakaran. Kerjanya mereka tu taruhannya nyawa lho. Tapi gajinya kecil. Liat
aja tu, rumahnya si (tokoh yang peneliti tidak ingat namanya) kumuh banget.
Kasian udah nggak punya ibu, bapaknya meninggal juga. Harusnya pemadam
kebakaran tu gajinya dipas-in sama kerjaannya. Soalnya taruhannya nyawa. Kan
kasian keluarganya kalo yang cari uang meninggal. Ya to?" Peneliti
tidak pernah benar-benar memikirkan ucapan ibu peneliti dengan mendalamnamun
jelas ucapan tersebut cukup membekas dalam benak peneliti. Ingatan tersebut
menjadi sekedar ingatan dan informasi singkat yang membentuk persepsi peneliti
terhadap pekerjaan pemadam kebakaran. Namun pada saat peneliti mencari topik
untuk penelitian skripsi dengan melakukan observasi di lingkungan sekitar
peneliti, sebuah mobil pemadam kebakaran lewat di daerah tempat tinggal
peneliti di Semarang. Pada saat itu, peneliti hanya mencatat hal tersebut di
dalam buku catatan peneliti tanpa benar-benar memikirkan untuk menjadikannya
topik penelitian. Malam harinya, peneliti menonton salah satu serial mengenai
tragedi Chernobyl dimana korban utama dari peristiwa tersebut adalah petugas
pemadam kebakaran yang terkena radiasi nuklir saat bekerja memadamkan kebakaran
reaktor nuklir tersebut. Intuisi peneliti menganggap hal-hal tersebut sebagai
petunjuk untuk melakukan penelitian mengenai pemadam kebakaran. Hal tersebut
juga menimbulkan banyak pertanyaan dalam diri peneliti, mulai dari latar
belakang seseorang menjadi pemadam kebakaran, motivasinya selama bekerja,
pengalamannya selama bekerja, dan bagaimana seluruh dinamika pekerjaannya
mempengaruhi dan membentuknya sebagai seorang individu.
Dengan keyakinan peneliti bahwa setiap
individu memiliki perspektifnya sendiri dalam memandang segala hal, khususnya
pengalaman hidup pribadinya, serta keyakinan peneliti mengenai pendapat Gordon
Allport mengenai individual differences, peneliti memutuskan untuk
melakukan penelitian mengenai pengalaman
seorang individu yang bekerja sebagai pemadam kebakaran menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan fenomenologis interpretatif.
Dalam prosesnya,
awalnya peneliti masih kurang berpengalaman dalam banyak hal. Di awal memulai
penelitian, peneliti merasa yakin dan mantap dengan pemahaman peneliti dengan
metode penelitian yang akan peneliti gunakan. Namun seiring berjalannya
penelitian, peneliti sempat merasa ragu dengan pemahaman peneliti. Bahkan
peneliti mulai mempertanyakan pada diri sendiri, mengenai "Apa itu
Makna?"
Dalam kebingungan
peneliti saat mulai melakukan penelitian, khususnya pada saat proses
pengambilan data, peneliti mendapat bantuan dan dukungan dari dosen pembimbing
peneliti yang memberi peneliti banyak insight dan masukan yang kemudian membuat peneliti
yakin kembali. Di sisi lain, peneliti juga mendapat dukungan dari teman-teman
peneliti, baik teman dekat maupun teman-teman seperjuangan yang juga
menggunakan metode kualitatif fenomenologis interpretatif dalam penelitian
skripsinya. Dari satu hal tersebut, peneliti merasa senang dan bersyukur,
"Berkat kesulitan dan kebingungan dalam mengerjakan skripsi ini, aku
mendapat teman-teman baru dan aku menyadari banyak orang yang peduli – dan
saling peduli dengan kesulitan kami satu sama lain".
Hal positif lain
banyak peneliti dapatkan ketika sedang dalam proses pengambilan data. Mulai
dari proses penggalian informasi untuk studi pendahuluan, proses penemuan
partisipan, hingga proses wawancara itu sendiri. Tempat penelitian peneliti
berlokasi cukup jauh dari area tinggal peneliti di Semarang, yaitu berjarak
sekitar 11km, terlebih peneliti tidak memiliki kendaraan pribadi sehingga
peneliti memanfaatkan kendaraan umum, yaitu BRT Transemarang. Panas, keringat, berdesakan di dalam BRT,
berkejar-kejaran dengan waktu tiba BRT di halte, menjadi bagian dari dinamika
penelitian ini bagi peneliti. Sempat peneliti bertanya pada diri sendiri,
"Makna itu apa?" Namun peneliti tidak mendapatkan jawabannya. Lalu
peneliti bertanya lagi pada diri sendiri, "Apa makna berdiri di dalam
BRT ini buat aku saat ini?"
peneliti masih bingung. Kemudian peneliti kembali bertanya pada diri sendiri,
"Gimana perasaanku dengan semua ini (panas-panasan, berdesakan di dalam
BRT, terhimpit tas ibu-ibu, mencium aroma kecut keringat, kegerahan, takut
pulang kesorean dan tertinggal bus berikutnya)?" dan peneliti mendapatkan
jawabannya. "Memang capek, memang lelah, tapi kalau bukan karena skripsi
ini, aku nggak akan mengalami ini semua. Peneliti menyadari bahwa, bagi
peneliti sendiri, pengalaman peneliti dalam proses pengambilan data merupakan
pengalaman yang sangat bermakna. Bermakna bagi peneliti karena bagi peneliti
pengalaman ini berharga, meskipun mungkin bagi orang lain peneliti terlihat
perlu dikasihani. Tidak jarang peneliti tertidur sambil berdiri di BRT karena
semua tempat duduk penuh. Rasa pegal setibanya di kos-kosan, rasa lapar, rasa
gerah karena kepanasan, bagi peneliti menjadi warna tersendiri. Meskipun semua
hal tadi agak terdengar seperti penderitaan, namun peneliti sendiri menganggap
semua perasaan baik fisik maupun emosi yang peneliti rasakan sebagai bagian
dari warna penelitian peneliti. Dari sini, cara peneliti memahami pengalaman partisipan
semakin menguat. Terlebih ketika mendapat doa dan ucapan semangat dari ibu-ibu
yang peneliti temui di BRT, yang menatap kasihan pada peneliti yang ketiduran
di BRT. Orang lain bisa merasa kasihan
melihat peneliti kelelahan, namun peneliti sendiri merasa senang walaupun
kelelahan.
Dalam proses
pengambilan data sendiri, peneliti sempat merasa gugup dan takut. Hal ini
dikarenakan lingkungan tempat penelitian yang asing bagi peneliti. Saat
peneliti merasa cemas dan takut, peneliti mendapat dukungan dari pedagang
batagor yang berjualan di sekitar Dinas Pemadam Kebakaran yang membuat peneliti
terharu. Berkat dorongan dan dukungannya, peneliti memberanikan diri untuk
masuk dan memulai penelitian.
Bentuk dukungan
lain selama proses pengambilan data juga peneliti dapatkan dari pasrtisipan
penelitian dan rekan-rekan kerjanya yang mencairkan suasana dengan bercanda.
Hal tersebut membuat peneliti merasa nyaman dan menjadi lebih berani.
Dari berbagai bentuk dukungan yang peneliti dapatkan selama proses pengambilan data tersebut, peneliti merasa senang dan bersyukur karena setidaknya peneliti mau mencoba. Dengan mencoba, peneliti tidak hanya mendapatkan data penelitian, tapi juga cerita, hiburan, dan pengalaman yang berkesan. Dengan pengalaman ini peneliti menyadari bahwa seringkali yang kita cemaskan atau takutkan hanyalah sebuah kecemasan dan ketakutan yang kita bentuk sendiri di dalam pikiran kita. Kita tidak akan pernah tau bahwa kita bisa mengatasinya sampai ketika ketakutan itu berdiri di depan kita dan kita dipaksa untuk menghadapinya. Dan ternyata, setelah menghadapinya, ketakutan itu tidak seburuk itu. Selalu ada hal-hal positif dalam setiap kejadian – atau apapun.
Sama seperti bagaimana ketiga partisipan penelitian ini mengatasi segala hambatan dan emosi negatif yang mereka alami, bagaimana mereka menyikapi dinamika suka-duka pekerjaan mereka. Duka pasti ada. Begitupun suka. Keputusan kita adalah untuk menentukan bagaimana kita menyikapi duka dan suka yang kita alami.